Perempuan Itu Ideal Ketika.?

 

Gambar oleh jiao tang dari Pixabay


Perempuan itu ideal ketika.? Eh bentar, ini bukan nya diskriminatif yah, tetapi hanya upaya untuk sekedar memberikan gambaran tentang kedudukan perempuan di keluarga, masyarakat, bahkan negara. 

Selanjutnya, bukan ideal dalam arti fisik juga yah, tetapi ideal dalam arti selain dari fisik. Kenapa harus perempuan? Yah. Karena perempuan salah satu makhluk yang kompleks menurut aku, kompleks disini tentunya bukan dalam arti yang sesungguhnya, kompleks disini artinya dapat menyikapi banyak hal, salah satu contoh nih, seorang perempuan bukan hanya bisa merawat dirinya sendiri, tetapi juga, anak dan suaminya, seorang perempuan yang telah menikah dan ditinggal suaminya. Pun, masih saja sanggup menjadi ayah bagi anak-anak nya, dan menjadi tulang punggung bagi keluarga terlebih ke anak-anaknya. 

Tentunya hal ini sedikit berbeda dari kebanyakan laki-laki,  kalau laki-laki, jangankan merawat anak-anak nya, sekedar merapikan lemarinya nya sendiri terkadang minta bantuan si istri, dan kalau si suami ditinggal pergi si istri, umumnya kami para lelaki, yah tinggal kawin lagi, its a simple wkwk.

Umum nya perempuan yang telah selesai dalam pendidikannya, ntah itu pendidikan tingkat atas, maupun di tingkat pendidikan tinggi sering dihantui dengan pertanyaan, ngapain lagi, nikah kapan.? Nah, mau jawab apa coba? Jawaban yang paling jitu biasanya, “Masih mau nyantai dulu lah.!” Atau “ah, nanti lah, kerja aja belum”. 

Walaupun  pun jawaban-jawaban atas pertanyaan itu terkadang tidak memuaskan hati si penanya, tapi yah cukuplah untuk membentengi pertanyaan-pertanyaan lanjutan dari si penanya. Satu teori yang masih saja di pertahankan sampai saat ini adalah,


“Walaupun perempuan sekolah sampai ke tingkat apapun, atau walaupun perempuan bekerja dalam bidang atau kedudukan apapun itu, tetap saja kembali ke Tiga Sur, (Dapur, Sumur, Dan Kasur).”


Ungkapan itu bukan hanya sebuah teori belaka, bahkan sudah menjadi kepercayaan yang diyakini kebenarannya. Dan satu lagi, ungkapan itu aku dapat dari salah seorang temen yang memang ia sendiri telah selesai dalam pendidikan nya, alias sarjana. Bayangin, seorang sarjana sekalipun masih meyakini akan teori lawas tersebut, bahkan bukan tidak mungkin apabila mereka-mereka yang menolak teori itu bisa saja dikatakan sebagai seorang penista, atau seorang pengingkar takdir. Selanjutnya, perempuan yang ideal itu yang bagaimana sih.?

Laki – laki maupun perempuan, setelah selesai dalam pendidikan tingginya memang diharuskan menerapkan sila ke tiga dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengimplementasian keilmuan dari yang ia dapat dari perguruan tinggi tersebut, akan tetapi, agaknya penerapan Tri Dharma tersebut masih terkalahkan oleh keinginan kuat akan menikah di usia muda, banyak sebab yang membuat keinginan menikah diusia muda selalu mendominasi dari penerapan Tri Dharma perguruan tinggi, contohnya: 1. “Nikah lebih menentramkan jiwa” 2. “Jodohnya telah sampai” 3. “ Ngapain lama-lama, kalau bisa disegerakan,” 4. “Kalau aku menikah di kemudian hari, aku khawatir dengan kondisi anak-anak ku nantinya.” Dan lain sebagainya. 

Pertanyaan selanjutnya apakah setelah menikah mereka yang mengaku perempuan masih dapat bekerja, atau masih bisa berinovasi. May Be Yes May Be No. Tergantung dia dan suaminya kelak.

Kembali ke laptop, perempuan ideal itu menurut aku adalah mereka yang bisa mengimplementasikan keilmuannya di tengah-tengah masyarakat, atau mungkin seminimal-minimalnya bagi dirinya sendiri, hal ini tentunya lebih menarik jika linear dan selaras dengan konsentrasi keilmuan yang ia geluti di perkuliahan dulunya, dan hal yang sangat kontras dari seorang sarjana adalah menulis. 

Yah, terlepas dari kamu dari jurusan apa, seorang sarjana pasti identik dengan yang namanya menulis. Akan tetapi hal itu sangat jarang aku temui dari seorang perempuan yang mengaku berpendidikan tinggi, ntah itu dia seorang tenaga pendidik, mungkin seorang sarjana sosial, atau bisa jadi dari yang dulunya pernah kuliah di bidang sastra atau bahasa. Dan jawaban mereka masih saja sama, 1. Aku gak bisa nulis.!, 2. Mau nulis apaan!.

kalau mereka jawab itu, paling aku berfikir, "Lah, emang dulu nulis skripsi gimana.? hmmm. !! Sangat meresahkan". 

Untuk perempuan atau kamu-kamu yang baru saja selesai dalam sekolah atau kuliah, gak apa-apa juga kok bagi kamu buat inovasi-inovasi yang kekinian, bisnis kecil-kecilan, industri kreatif, mungkin nulis, dan lain sebagainya, asal gak diem tok di rumah. 

Dari kesemua itu, pastinya tidak keluar dari kedudukan dan kodrat dari perempuan itu sendiri. Menurut kamu lucu gak sih perempuan menjadi seorang pegulat, atau petinju, atau aneh gak sih perempuan menjadi seorang pembalap, atau pemain bola. Aku nanya serius?. Walaupun kamu-kamu berlindung dibawah payung Kesamaan Gender, hal itu tetep saja menginjak-nginjak kodrat kewanitaan mu. Yah seyogianya perempuan itu bisa, menari, atau sastrawan, penulis, atau memiliki hobi melukis, bukan menjadi seorang petinju atau pembalap.

Ada sebuah kondisi dimana seorang perempuan tidak lagi mengagung-agungkan konsep Kesamaan Gender. Kira-kira gambaran nya gini.


“Suatu ketika seorang istri dari sebuah keluarga kecil pulang dan kembali dari urusan kantornya, sesampainya di rumah, kebetulan si suami tidak berada di sana, si istri pun sesegera mungkin menyiapkan segala nya, mulai dari beres-beres, memasak, dan lain sebagainya, ketika si suami pulang dari pekerjaannya keadaan rumah masih saja belum beres, suatu malam ketika makan malam, si suami mengatakan bahwa si istri tidak perlu lagi bekerja, baiknya ia dirumah saja, toh gaji si suami masih bisa menutupi kebutuhan keluarga, si istri menolak tawaran dari sang suami, ia mengatakan bahwa, “kalau laki-laki bisa bekerja, kenapa tidak bagi kami perempuan, di luaran sana para perempuan udah pada maju, ada yang menjadi pilot, presiden, bahkan ada yang menjadi astronot, sekarang ini laki-laki dan perempaun sama saja, gak ada bedanya.” 


Fiks yah. Poin nya dapet nih, si istri ternyata menggunakan konsep Kesamaan Gender


"Di hari berikutnya, mereka sedang duduk-duduk manja di pelataran rumah, si suami disibukkan dengan pekerjaan kantornya yang belum selesai, walau hari itu adalah hari minggu, tetap saja si suami harus mengerjakan deadline yang harus ia segerakan, sedangkan si istri hanya ngeteh sambil sekedar membolak-balik majalah atau koran. ketika sedang nyantai datanglah si tukang galon air mengantarkan galon air yang sedari tadi mereka pesen, karena si suami masih sibuk dengan pekerjaan nya, ia meminta si istri untuk mengangkat dan menaruh galon air tersebut ke dapur, merasa tidak terima atas perintah sang suami, si istri berujar “Mas gak lihat apa, galon air seberat itu masa ia aku yang ngangkat, aku ini perempuan mas, perempuan yah gak sekuat tenaga laki-laki.” 


Nah, yang tadi nya si istri menggunakan konsep Kesamaan Gender dalam menangkis tawaran suami nya yang meminta ia untuk tidak lagi bekerja, kali ini tanpa ia sadari si istri pun menarik kembali konsep tersebut dengan mengatakan bahwa, perempuan itu makhluk lemah, atas dasar itu tidak semestinya perempuan melakukan pekerjaan-pekerjaan laki-laki.

Wkwkwk. Itu salah satu alasan aku menggunakan kata kompleks untuk seeorang makhluk yang sering disebut perempuan. Kembali ke topik tentang Perempuan Ideal. Menurut Prof. DR. Musdah Mulia, MA. Dalam bukunya di jelaskantentang lima perempuan ideal menurut Islam.


  1. Perempuan memiliki keteguhan iman dan tidak berbuat syirik, terjaga kemulian akhlaknya dengan tidak berdusta, tidak mencuri, tidak berzina, dan tidak menelantarkan anak-anaknya. (Surah Al-Mumtahanah. 12).
  2. Perempuan harus adil dan bijaksana dalam mengambil setiap keputusan dan memiliki kemandirian politik seperti figur Ratu Balqis dan Ratu Kerajaan Saba, (Surah Al-Naml. 23).
  3. Perempuan memiliki kemandirian ekonomi seperti figur perempuan pengelola peternakan dalam kisah Nabi Musa as di wilayah Madyan. (Surah Al-Qashash. 23).
  4. Perempuan memiliki intergritas yang kokoh dan kemandirian dalam menetukan pilihan pribadi yang diyakini kebenarannya, seperti istri Firaun bernama Aisyah binti Muzahin. (Surah Al-Tahrim. 11).
  5. Perempuan menjaga kesucian diri, berani mengambil sikap oposisi, atau menentang pendapat orang banyak (public opinion) karena meyakini pendapatnya benar, seperti ibunda Nabi Isa as, Maryam binti Imran ( Surah Al-Tahrim. 11).


Sorotan utama saya ada dipoin dua dan tiga, tentang kemandirian. Wokeh, terlepas kamu seorang pengusaha, atau seorang wanita karir, kemandirian tentunya harus menjadi prioritas bagi hidup seorang perempuan, akan tetapi pada poin ke-lima saya sedikit tidak sependapat dengan pendapat Prof. DR. Musdah Mulia, MA. Bener memang, tentang perempuan harus menjaga kesucian diri, terlebih menjaga nama baik suami dan keluarga, akan tetapi untuk sikap oposisi, hal ini harus disikapi secara matang dan serius, bukan karena meyakini pendapatnya benar, akan  tetapi sebab apakah pendapatnya sesuai dengan kodrat ke-Ilahi­-an atau tidak, dan lagi-lagi bukan barang tentu apabila seorang perempuan ketika melihat sebuah kemungkaran ia harus menyelesaikannya sendiri, mungkin di antara kita masih ingat tentang peristiwa perang Jamal yang di komandoi oleh Ummu Abdillah Aisyah. 

Bagaimana tidak, dengan pecahnya perang saudara tersebut, mengakibatkan umat Islam dikala itu menjadi terpecah-pecah. Untuk itulah, pilihan Tabayyun tidak bisa di-nomor duakan, poin nya adalah seorang perempuan lebih baik menahan diri apabila melihat sebuah kemungkaran, dan selanjutnya meneruskan kesaksiannya ke penegak hukum ataupun hakim.

Setelah sekelumit diskusi di atas, tampaknya mulai terang bagi saya bahwa, idealnya seorang perempuan.

  1. Sebisa mungkin mengimplementasikan keilmuan yang kamu miliki ke banyak orang, metode nya gak harus berkoar-koar di jalanan atau di podium, cukup goreskan pena mu, untuk nantinya dapat di baca oleh orang banyak.
  2. Gak kenapa kamu aktif di organisai kepemudaan, atau organisasi yang di gandrungi oleh perempuan.
  3. Kamu gak harus bekerja, untuk sekedar memenuhi kebutuhan pribadi mu cobalah berinovasi dengan membuka industri kreatif, atau juga online shop.
  4. Jangan terburu-buru untuk menikah. Laki-laki ideal tentunya menginginkan perempuan yang ideal pula, mantapkan dirimu dengan mengasah soft skill yang kamu miliki, dan khawatirlah akan nantinya kamu bisa saja akan menjadi beban untuk suami mu kelak.
  5. Bersikap wajarlah, gak usah repot-repot dengan kamu mengikuti kegiatan-kegiatan yang biasa di lakukan oleh laki-laki, seperti bermain bola, gulat, atau yang lainnya.

 

****

  

           

Lainnya:

Posting Komentar