Hal yang Berhubungan Dengan Waris

Posting Komentar


Majalah Online -
Harta warisan adalah bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya. Dan ada beberapa hal yang harus dilakukan sebelum harta warisan tersebut dibagikan, sebelumnya perlu diketahui bahwa sebelum harta yang ditinggalkan itu dibagikan kepada ahli waris, ada yang dikenal dengan istilah harta peninggalan, yang dalam terminologi fiqh disebut dengan tirqah. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. Agar harta peninggalan tersebut dapat dibagi sebagai harta warisan, maka perlu diselesaikan kewajiban-kewajiban tertentu. Seperti biaya pengurusan jenazah (tahjiz), pembayaran utang danpemberian untuk kerabat.[1]
Dalam Al Qur’an Allah berfirman :

لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَا تَرَكَ الْوالِدانِ وَالأَقْرَبُونَ وَللنِّساءِ نصِيْبٌ مِمَاتَرَكَ الْوالِدانِ وَالأَقْرَبُونَمِمَا قَلَّضضضض منه اوْ كَثُرَ نصيبا مفْروضا ِ ( النساء 7)

  • Kewajiban Menyangkut Waris
Kewajiban menyangkut waris dalam hal ini ada beberapa hal yang harus didahulukan sebelum harta pusaka tersebut dapat dibagikan kepada yang berhak, dan dalam pembahasan terdapat beberapa hal yang harus didahulukan, yaitu.
Biaya Keperluan Sakit dan Kepengurusan Jenazah.
Biaya pengobatan ketika si pewaris sakit menjadi beban dari harta peninggalan pewaris. Demikian juga biaya perawatan jenazah, mulai dari memandikan, mengkafani, hingga menguburkan jenazah. Besar biaya harus disesuaikan dengan cara yang wajar, dalam arti tidak boleh terlalu sedikit, juga tidak boleh berlebihan.
Hal ini sesuai dengan petunjuk Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Furqan 67

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا

Artinya: dan orang-orang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak pula kikir, dan adalah tu) ditengah-tengah antara yang demikian.

Bagaimana jika harta si mayit Tersebut tidak mencukupi untuk biaya tersebut? Para ulama fikih berbeda pendapat tentang hal ini. Sebahagian ulama mengatakan kewajiban menanggung biaya perawatan tersebut pada keluarga yang semasa hidupnya ditanggung oleh si mayit. Karena merekalah yang telah menikmati hasil jerih payah si mayit. Maka sangat wajar jika mereka itu diberi tanggung jawab mengurus jenazah orang yang telah berjasa kepada mereka. Ulama yang lain berpendapat lebih luas lagi keluarga simayit secara umum turut bertanggung jawab, jika harta peninggalan si mayit tidak mencukupi.[2]

Jika keluarga si mayit juga tidak mampu, maka menurut perspektif Islam, biaya perawatan jenazah diambil dari kas Baitul Mal. Dalam konteks keindonesiaan, di kalangan masyarakat pada umumnya biaya-biaya dalam masalah seperti ini diambil dari dana-dana perkumpulan sosial seperti STM (Serikat Tolong-Menolong) yang ada di tempat si mayit tinggal. Dan dalam hal lain disebutkan termasuk biaya pengurusan jenazah yang dikeluarkan dari jumlah harta yang ditinggalkan itu adalah biaya pengurusan jenazah seseorang yang wajib dipikul oleh pewaris yang lebih dahulu meninggal dan belum diselesaikan jenazahnya. Pendapat ini berlaku dikalangan jumhur ulama.[3]

  • Pelunasan Hutang
Hutang merupakan tanggung jawab yang harus dibayar oleh orang yang berhutang sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Jika orang yang berutang meninggal dunia, maka pada prinsipnya tanggung jawab membayar hutang tersebut beralih kepada keluarganya. Oleh karena itu jika orang yang berutang meninggal dunia, maka pembayaran utang diambil dari harta peninggalannya, hingga tidak meninggalkan beban bagi keluarganya yang ditinggalkan. Menunda pembayaran utang bagi yang mampu atau orang yang meninggal mempunyai harta peninggalan adalah perbuatan aniaya. Pelunasan hutang didahulukan dari pemenuhan wasiat.
Dasar hukumnya adalah firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 11-12.

يُوصِيكُمُ اللَّهُ فِي أَوْلادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ فَإِنْ كُنَّ نِسَاءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ وَإِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ وَلأبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ إِنْ كَانَ لَهُ وَلَدٌ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ وَلَدٌ وَوَرِثَهُ أَبَوَاهُ فَلأمِّهِ الثُّلُثُ فَإِنْ كَانَ لَهُ إِخْوَةٌ فَلأمِّهِ السُّدُسُ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِي بِهَا أَوْ دَيْنٍ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ لا تَدْرُونَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ


Artinya : 11. Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

12. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.

Para ulama membedakan antara utang kepada Allah SWT dengan utang kepada sesama manusia, ulama Syafi’iyah dan Ibn Hazm mendahulukan utang kepada Allah SWT daripada utang kepada sesama manusia. Menurut ulama Hanafiyah dan Malikiyah, mendahulukan utang kepada sesama manusia sebelum perawatan jenazah. Menurut ulama Hanabilah bahwa kedua utang tersebut baik kepada Allah maupun kepada manusia dilunasi secara bersama-sama.

  • Urutan Kewarisan.
Dalam Islam, ahli waris itu ada dua macam, yakni ahli waris nasabiyah yaitu ahli waris yang hubungan kewarisannya didasarkan karena hubungan darah (keturunan, kekerabatan). Kedua ahli waris sababiyah yaitu ahli waris yang hubungan kewarisannya karena suatu sebab pernikahan dan memerdekakan budak.
Orang yang berhak mendapatk warisan dari pewaris yang meninggal dunia ada 25 0rang, dengan perincian 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan.

Dari pihak laki-laki
  1. Anak laki-laki dari yang meninggal.
  2. Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu), dari pihak anak laki-laki dan terus kebawah asal pertaliannya masih terus laki-laki.
  3. Ayah dari yang meninggal.
  4. Kakek dari pihak ayah (ayahnya ayah).
  5. Saudara laki-laki sekandung.
  6. Saudara laki-laki seayah saja.
  7. Saudara laki-laki seibu saja.
  8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki yang sekandung.
  9. Anak laki-laki dari saudara sebapak saja.
  10. Saudara laki-laki dari ayah (paman) dari pihak ayah yang sekandung.
  11. Saudara laki-laki dari ayah yang seayah saja.
  12. Anak laki-laki dari saudara ayah yang laki-laki (paman) yang sekandung.
  13. Anak laki-laki dari saudara ayah yang laki-laki (paman) yang seayah saja.
  14. Suami
  15. Laki-laki yang memerdekakan simayit.
Jika kelima belas itu ada semua, maka yang mendapat warisan hanya tiga orang, yaitu ayah, anak laki-laki dan suami.

Dari pihak perempuan.

  1. Anak perempuan.
  2. Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah asal pertaliannya dengan yang meninggal masih terus laki-laki.
  3. Ibu.
  4. Ibu dari bapak.
  5. Ibu dari ibu terus keatas pihak ibu sebelum berselang laki-laki.
  6. Saudara perempuan yang sekandung.
  7. Saudara perempuan yang seibu.
  8. Isteri.
  9. Perempuan yang memerdekakan si mayit.
Jika semua ahli waris dari pihak perempuan itu ada semuanya, maka yang berhak memperoleh harta warisan hanya 5 orang saja, yaitu isteri, anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, ibu, saudara perempuan yang sekandung.

Dan apabila kedua puluh lima itu ada semua, baik dari pihak laki-laki maupun pihak perempuan, maka yang tetap pasti mendapat hanya salah seorang dari suami, isteri, ibu dan bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.

  • Tata cara penyelesaian warisan
Ahli waris zawil Furudh
Ahli waris zawil furudh adalah ahli waris yang menerima bagian tertentu yang telah ditentunkan dalam Al-Qur’an. Zawil Furudh ini harus didahulukan dalam menerima bagian yang ditinghalkan kepada ahli waris Zawil arham dan ashabah, mereka ini umumnya ahli waris perempuan.[4] Furudh berarti rincian bagian dalam warisan dalam Al-Qur’an yang terdiri hanya tiga ayat dalam surat An-Nisa’ ayat 11, 12, dan 176, yaitu.
Ayat 11 mengindikasikan bahwa:
  1. Anak laki-laki dan anak perempuan:
  2. Anak perempuan tunggal saja mendapat ½.
  3. Anak perempuan lebih dari 2 orang mendapat 2/3.
  4. Anak perempuan bersama dengan anak laki-laki dengan bandingan anak seorang laki-laki sama dengan 2 orang anak perempuan.
  5. Hak ayah dan ibu
  6. Ibu dan ayah masing-masing menerima 1/6 jika pewaris meninggalkan anak.
  7. Ibu menerima 1/3 jika pewaris tidak meninggalkan anak.
  8. Ibu menerima 1/6 bila pewaris tidak meninggalkan anak namun memiliki beberapa orang saudara.
  9. Ayah dan ibu bersama dengan anak-anak berada dalam kedudukan yang sama.
  10. Ayat 12 berbicara tentang:
  11. Hak kewarisan suami dan isteri dengan urutan:
  12. Suami yang kematian isteri menerima hak ½ bila isterinya tidak meninggalkan anak; dan ¼ kalau isterinya ada meninggalkan anak.
  13. Isteri yang kematian suami menerima ¼ bila suaminya tidak ada meninggalkan anak dan 1/8 jika sang suami meninggalkan anak.Hak saudara-saudara bila pewaris adalah kalalah dengan uraian:
  14. Bila saudara (laki-laki atau perempuan) hanya seorang menerima sebanyak 1/6
  15. Bila saudara lebih dari seorang, mereka bersama mendapat 1/3.
Ayat 176 berbicara tentang:
Kalalah didefinisikan sebagai orang yang meninggal dunia dan tidak ada meninggalkan anak. Bila pewaris adalah kalalah, saudara menerima hak dengan uraian sebagai berikut:
  1. Seorang saudara perempuan saja mendapat ½
  2. Dua orang (atau lebih) saudara perempuan mendapat 2/3.
  3. Bila bergabung saudara laki-laki dan saudara perempuan, mereka menerima dengan bandingan seorang laki-laki sebesar 2 orang perempuan.
Para ahli waris ashabah zawil furudh ini harus didahulukan dalam menerima bagian harta warisan dari golongan lainnya seperti ashabah atau zawil arham jika mereka ada. Oleh karena itu ada kemungkinan harta warisan itu habis dibagi oleh ashab al-furudh sesuai dengan bagiannya masing-masing, dan ada kemungkinan juga masih ada sisanya. Sisa harta warisan inilah yang nantinya dibagikan kepada ahli waris ashabah sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariat yang mengatur tentang itu. 

Cara penyelesainnya : contoh Ahmad meninggal dan meniggalkan istri, ayah, dan anak laki-laki. Harta yang ditinggalkan 240.000 Berapa bagian tiap-tiap warotsah.
Cara penyelesaiannya:

Tentukan bagian yang tertentu tiap-tiap pewaris dzawil furud:
Istri 1/8
Ayah 1/6
Tentukan KPK ( kelipatan persekutuan terkecil )
Istri 1/8 . 24 = 3 3/24 x 240.000 = 30.000
Ayah 1/6 . 24= 4 4/24 x 240.000= 40 .000
Anak = sisanya 24/17 x 240.000= 170.000
Menetapkan Bagian-Bagian Waris[5]
Jika Fulanah (Isteri) meninggal dan meninggalkan beberapa ahli waris sebagai berikut:
  1. Ibu.
  2. Ayah.
  3. Suami.
  4. Datuk.
  5. Paman.
  6. Anak dari paman.
  7. Anak laki-laki.
  8. Anak perempuan.
  9. Saudara seibu atau seayah atau sekandung.
Diantara mereka harus kita lihat siapa-siapa yang mendapat puasaka dan siapa-siapa yang terhalang (mahjub).
Yang tidak terhalang ialah:

  1. Ibu. Karena Fulanah meninggalkan anak dapat 1/6
  2. Bapak. Karena Fulanah meninggalkan anak dapat 1/6
  3. Suami. Karena Fulanah meninggalkan anak dapat ¼
  4. Anak laki-laki = anak laki-laki dan perempuan menjadi ‘ashabah mendapat sisa dengan pembagian, laki-laki dua bagian dan perempuan sebagian.
  5. Anak perempuan = anak laki-laki dan perempuan menjadi ‘ashabah mendapat sisa dengan pembagian, laki-laki dua bagian dan anak perempuan sebagian.
  • KESIMPULAN DAN PENUTUP
Harta warisan adalah harta bawaan di tambah di tambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tahjiz) pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan sebelum harta warisan di bagikan.Sebelumnya perlu di ketahui bahwa sebelum harta yang ditinggalkan dibagikan kepada ahli waris, ada yang dikenal dengan istilah peniggalan, yang dalam terminilogi fiqih disebut dengan tirkah. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik berupa harta benda yang menjadi milik nya maupun hak-haknya.Agar harta peninggalan tersebut dapat dibagi sebagai harta warisan, makaperlu diselesaikan kewajiban-kewajiban tertentu. Terakhir inilah makalah yang dapat kami buat mungkin masih banyak terjadi kesalahan dalam pembuatan makalah ini kami dari tim pemakalah mohon kritikan dan saran dalam rangka pembuatan makalah yang selanjutnya.


Daftar Kepustakaan
  1. Mahmud Yunus, Naimi Nadlrah, fiqh islam, (Medan: Ratu Jaya, 2011).
  2. Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1997, Cet. Ke-2,
  3. Moh Rifai, Fiqh Islam, (Semarang: PT Karya Toha Putra),



[1] Yunus Mahmud, Naimi Nadlrah, fiqh islam, (Medan: Ratu Jaya, 2011), hlm 123.
[2]Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1997, Cet. Ke-2, h. 389.
[3]Syarbaini Khatib, III, h. 3.
[4]Ahmad rofiq, O.Cit., h. 407.
[5]Moh Rifai, Fiqh Islam, (Semarang: PT Karya Toha Putra), h. 526.

Lainnya:

Posting Komentar