Amar Ma'ruf Wal Nahi Munkar

Posting Komentar

 



Majalah Online -
 Amar ma’ruf (menyuruh berbuat kebaikan) dan nahi munkar (melarang berbuat yang munkar), adalah garis lurus terbesar dalam agama, yaitu hal yang terpenting, dimana Allah mengutus nabi-nabi semuanya untuk itu. Jikalau dilipatkan permadaninya dan disia-siakan ilmu dan amalannya, niscaya kosonglah syi’ar kenabian. Tersapulah keagamaan meratalah masa kekosongan, berkembanglah kesesatan, terkenallah kebodohan, menjalarlah kerusakan, meluaslah kekoyakan, runtuhlah negeri-negeri, dan binasalah hamba rakyat, dan mereka itu tiada merasa kebinasaan melainkan pada hari kiamat.

Maka orang yanng berusaha memperoleh kembali kekosongan ini dan menyumbat kerusakan tersebut, adakalanya menanggung mengerjakannnnya, atau mengikuti melaksanakannya memperbaharui sunnah ini yang telah berhamburan, bangun menegakkannya dan bersungguh-sungguh menghidupkannya, maka orang itu adalah orang yang tertentu dari antara makhluk, dengan menghidupkan sunnah, yang telah dibawa oleh zaman kepada mematikannya. Bekerja berbuat taat, yang semakin kecil derajat mendekatkan diri kepada Allah, tanpa sampai kederajatannya yanng tertinggi.
Dan dalam hal ini kita akan mengurai pengetahuan tentang amar ma’ruf dan nahi munkar dalam lima bahasan :

  1. Wajib amar ma’ruf dan nahi munkar dan keutamaannya.
  2. Rukun dan syaratnya. Serta kiat-kiat amar ma’ruf.
  3. Perlakuan dan penjelasan munkar-munkar yang berlaku dalam adat-kebiasaan.
  4. Menyuruh amir-amir dan sultan-sultan mengerjakan ma’ruf dan melarang mereka dari perbuatan munkar.
  5. Hikmah dari beramar ma’ruf nahi munkar

Bahasan ke-Satu (Keutamaan)
Sesudah ijma’ umma dan petunjuk akal sehat, ialah ayat Al-Qur’an, Hadist Nabi SAW, dan Atsar (peninggalan sahabat-sahabat ra)

hendaklah kamu tergolong ummat yang mengajak kepada kebajikan, menyuruh mengerjakan yang benar dan melarang membuat yang salah. Mereka itulah orang yang beruntung (menang). Qs. ‘Ali Imran, ayat 104.

Pada ayat tersebut dapat di ambil keterangan bahwa, bahwa amar-ma’ruf dan nahi munkar itu fardu kifayah, tidak fardu a’in, dan apabila telah bangun suatu golongan melaksanakan amar-ma’ruf dan nahi munkar, niscaya gugurlah fardlu itu dari yang lain. Karena Allah Ta’ala tidak berfirman : “hendaklah tiap-tiap kamu”.

Jadi manakala telah bangun seorang atau suatu jamaah dengan tugas itu, niscaya gugurlah dosa dari orang-orang lain, dan tentulah keberuntungan ( kemenangan ) bagi orang yang telah bangun melaksanakannya, dan jikalau duduk semua orang tidak melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar, niscaya meratalah dosa kepada keseluruhan tidak mustahil orang-orang yang sanggup beramar ma’ruf dan bernahi munkar itu.

Dan juga terdapat dalam hadist Nabi SAW, mengenai ajakan kepada amar ma’ruf dan nahi munkar :

barangsiapa melihat suatu kemungkaran hendaklah ia merobah dengan tangannya, apabila tidak mampu, hendaklah dengan lidahnya, (ucapan), dan apabila tidak mampu juga hendaklah dengan hatinya dan itulah keimanan yang paling lemah
Penjelasan : dengan hati artinya tindakan aktif dan bukan pasif.


Dan juga dalam hadist lain disebut kan:

orang yang paling tinggi kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat ialah yang paling banyak berkeliling di muka bumi dengan bernasihat kepada manusia (makhluik Allah).

Umat Islam diperintahkan untuk mengajak saudara-saudaranya sesama muslim untuk berbuat kebaikan dan menjauhi kesesatan yang dilarangnnya dan beramar ma’ruf nahi munkar sangat penting dalam islam, karena mereka yanng beramaar ma’ruf bernahi munkar akan mendapatkan kemuliaan dan kebahagiaan, sebagaimana yang tel;ah dijanjikan Allah SWT, dalam Al-Qu’ran :

dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS Ali-Imran 104)

Mereka yang tidak mau melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar sangat dicela dan dianggap telah berbuat kejelekan walaupun ia sendiri tidak melakukannya. Allah SWT berfirman :

“mereka tidak saling melarang kemunkaran yang mereka lakukan, sungguh buruk perbuatan mereka.” (QS. Al-Maidah 79)

Namun demikian, yang paling penting sebagaimana yang telah disebutkan diatas, adalah keinginan dan usaha untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar, jika tidak ada usaha dari umat islam untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi mun’kar, yakni membiarkan orang-orang yanng melakukan kemunkaran bebas berkeliaran tanpa adanya usaha untuk mencegahnya atau mengajak mereka agar tidak melakukan kemaksiatan dan kemunkaran tersebut, Allah SWT. Akan menurunkan azab-Nya dan Dia tidak akan menerima doa kaum muslimin yang ada ditempat itu. Dan juga kepada orang-orang yang beramar ma’ruf nahi munkar tetapi dia sendiri tidak melaksanakannya sesungguhnnya dia akan mendapat azab dari Allah SWT sebagaimana hadist Rasullullah SAW

Artinya : “Abu Zaid (usman) bin Zaid bin Haritsah ra berkata, ‘saya telah mendengar rasullullah SAW bersabda, “seorang dihadapkan di hari kiamat kemudian dilemparkan kedalam neraka, maka keluar usus perutnya, lalu berputar-putar didalam neraka bagaikan himar yang berputar-putar disekitar penggilingan, maka berkerumunlah ahli neraka kepadanya, sambil bertanya, Hai Fulan mengapakah engkau, tidakkah engkau dulu menganjurkan kepada kebaikan dan mencegah kemunkaran? Jawabnya, benar, aku dahulu menganjurkan kebaikan, tetapi tidak aku kerjakan, dan mencegah kemunkaran tetapi aku kerjakan.

Dari redaksi hadist diatas berarti dapat di simpulkan bahwa sungguh merugilah orang yang mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar, tetapi dia sendiri tidak melakukan hal itu.

Bahasan ke-Dua (Rukun dan Syarat)
Ketahuilah, bahwa rukun (sendi) pada bagusnya pengaturan dan persiapan (hisbah) yaitu kata-kata yang melengkapi bagi amar ma’ruf dan nahi munkar, ialah :
  1. Muhtasib
  2. Muhtasab a’laih
  3. Muhtasab fih
  4. Nafsul ihtisab
Muhtasib
Muhtasib adalah orang yang melaksanakan, amar – amar ma’ruf dan nahi munkar.
Muhtasib itu sendiri mempunyai syarat-syarat sebagai berikut : mukallaf, yaitu orang yang telah diberatkan dengan kewajiban agama, karena telah dewasa dan berpikiran sehat. Syarat yang kedua yaitu iman : sebahagian ulama memandang iman itu syarat, maka tidak tersembunyi segi persyaratannya, karena ini pertologan bagi agama.
Syarat yang ketiga adalah adil : sebahagian ulama juga memandang adil itu sebagai syarat. Dan mengatakan bahwa orang yang fasik tidak dapat menjadi muhtasib.
Dan juga menurut Al-Faqih Abu Laits Samarqandhi, ada lima syarat dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, yaitu:
  1. Berilmu, karena masyarakat umumnya belum mengerti mana yang ma’ruf dan mna yang munkar;
  2. Ikhlas semata, mencari ridha Allah SWT. Dalam menegakkan agama-Nya.
  3. Menggunakan metode yang baik.
  4. Penuh kasih sayang terhadap objek (orang yang dinasehati), kata-kata lunak, sikap ramah-tamah, sebagaimana pesan Allah kepada Nabi Musa dan Harun a.s ketika menghadapi Fir’aun.
  5. Sabar dan tenang.
Berdasarkan firman Allah :

“Hai anakku dirikanlah sholat, dan jalankanlah “amar ma’ruf dan nahi munkar”serta bersabarlah terhadap segala musibah penderitaanmu, bahwasanya yang demikian itu adalah setengah dari hal-hal yang diwajibkan oleh Allah.”

Melakukan hal-hal yang diperintahkan (menyesuaikan ucapan dan perbuatan), agar nterhindar dari ejekan masyarakat dan ancaman Allah. Allah SWT berfirman:


“mengapa kalian menyuruh orang lain melakukan kebaikan, sedangkan dirimu sendiri kau biarkan terlena, dan kalian membaca kitab ? tidakkah kau mempunyai pikiran?” (QS. Al-Baqarah : 44)

Muhtasab a’laih:
Muhtasab a’laih adalah orang yang disuruh mengerjakan yang baik dan dilarang mengerjakan yang jahat.

Muhtasab fih
Muhtasab fih adalah perbuatan yang disuruh atau dilarang, yang tentunya pada masalah ini perbuatan yang disuruh adalah perbuatan yang baik dan tidak menyimpang dari pokok-pokok agama yang berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, dan yang dilarang adalah yang tentunya adalah yang diharamkan oleh Allah, seperti mencuri, berzina, minum khamar, dll

Nafsul ihtisab
Nafsul ihtisab adalah perbuatan dari muhtasib itu sendiri. Dan juga tiap-tiap mungkar yang ada sekarang, yang terang bagi si muhtasib.
Nafsul ihtisab terdapat 3 syarat.

  1. Adanya kemungkaran itu. kita maksudkan : bahwa ditakuti terjadinya pada agama. Kami tukar dari perkataan ma’sihat kepada ini (perkataan munkar). Karena munkar, lebih umum dari ma’sihat. Karena barang siapa melihat anak kecil atau orang gila meminum khamar, maka haruslah ia menuangkan khamarnya dan melarang meminumnya.
  2. Bahwa munkar itu ada pada waktu sekarang, yaitu menjaga juga dari hisbah atas orang yang telah selesai meminum khamar . maka yang demikian, tiadalah atas seseorang pribadi dan munkar itu telah berlalu. Dan menjaga juga dari apa yang akan terjadi pada keadaan yang berikutnya, seperti orang yang diketahui dengan tanda-tanda keadaannya, bahwa orang iu bercita-bercita meminumnya.
  3. Bahwa perbuatan munkar itu jelas bagi muhtasib tersebut, tanpa di intip, maka tiap-tiap orang yanng menutup perbuatan mahsiat dirumahnya dan menguncikan pintunya, niscaya tidak boleh dilakukan pengitipan. Allah Ta’ala melarang daripadanya.

Kisah umar dan abdur rahman bin a’ruf tentang itu sudah dikenal. Dan telah kami sebutkan dahulu pada “kitab adab pertemanan” dan seperti itu pula, apa yang diriwayatkan bahwa umar ra memanjat dinding tembok seorang lelaki, lalu beliau melihat lelaki itu dalam keadaan yang tidak diingini. Lalu beliau menantangnya, maka lelaki itu menjawabya : “wahai amirul mu’minin! Jikalau aku telah melakukan perbuatan mahsiat kepada Allah dari satu segi, maka engkaku telah melakukannya dari tiga segi”. Laki-laki itu menjawab : Allah Ta’ala berfirman

“dan masukilah rumah itu dari pintunya “. (QS. Al-Baqarah 198).

Dan engkau telah memanjat didinding tembok dan masuk dari atap.

Allah Ta’ala berfirman

“janganlah kamu masuk ke dalam rumah yang bukan rumah kamu, sebelum meminta izin dan memberi salam kepada orang yang di dalam nya!” ( QS. An-Nur 27 ).

Dan engkau tidak memberi salam. Lalu umar ra. Meninggalkan laki-laki itu. Dan mensyaratkan kepadanya bertaubat.

Karena itulah umar ra bermusyawarah dengan para sahabat ra dan beliau di atas mimbar, beliau menanya kepada mereka dari hal imam (penguasa), apabila melihat sendiri perbuatan munkar, apakah boleh ia menjatuhkan hukuman pada perbuatan munkar tersebut?. Ali ra. Menjawab, bahwa yang demikian bergantung kepada dua orang saksi yang adil. Tidak memadai seorang saksi, kami telah sebutkan segala perkhabaran ini pada penjalasan “ hak muslim” dari “kitab adab berteman “

Maka ketahuilah, bahwa orang yang menguncikan pintu rumagnya dan menutupkan dirinya dengan dinding-dinding temboknya, maka tiada boleh memasukinya, tanpa izin, untuk mengetahui ma’shiat. Kecuali, dalam rumah itu yang dapat diketahui oleh orang yang berada diluar rumah. Seperti bunyi seruling dan rebab, apabila telah meninggi bunyinya, dimana telah melewati dinding tembok ruma. Maka barangsiapa mendengar yang demikian, maka boleh memasuki rumah itu dan menghancurkan alat-alat permainannya. Demikian pula, apabia telah meninggi suara orang-orang mabuk dengan kata-kata yang biasa diantara mereka, dimana didengar oleh orang-orang yang dijalan, maka ini melahirkan yang mewajibkan hisbah. Perbuatan buruk dimanapun juga, benar-benar tidak menguntungkan. Ketika keburukan itu ditabung, merupakan investasi keburukan yang menjadi tabungan energi negatif, dengan demikian, pada gilirannya akan menutup lubang pori-pori hidayah kedalam diri kita. Energi negatif akan berkembang menjadi virus-virus kebatilan yang mampu menggerogoti amal kebajikan kita. Bagi setiap muslim yang biasa melaksanakan shalat dhuha atau tahajud (misalnya), ketika terkena virus atau energi negatif, maka ia akan malas untuk melakukan ibadah bahkan jika ia bangun malam dengan menggunakan alarm atau jam beker, biasannya tangan akan bergerak secara refleks untuk mematikan alarm yang telah dipasang sendiri. Pintu-pintu keburukan pada diri manusia yang paling utama biasanya melalui panca indra ( mata, lidah,telinga,hidung, dan mulut ) di tambah tangan, kaki, dan kemaluan manusia. Namun, sumber utamanya yang sangat sering adalah panca indra. Pimtu keburukan awal nya datang dari pandangan mata, pendengaran telinga,, aroma parfum yang dihirup oleh hidung. Atau bahkan yang diraba dan diremas oleh tangan kita. Dari panca indra inilah kemudian saraf kita mengirimkan informasi pada kemaluan kita, sehingga ketika ia menangkap informasi tersebut, ia pun bangkit perlahan tapi pasti, dan langkah berikutnya, kaki diminta untuk melangkah. Astaghfirullah.

Maka, benarlah ketika Al-Qur’an mengajarkan untuk menundukkan pandangan dalam arti mengatur cara kita menggunakan mata yanng merupkan amanah allah, mata memang ada ditubuh kita, akan tetapi, ia bukanlah milik kita, denngan kehendak Dzat yang Maha Kuasa. Perhatikan firman Allah berikut

Artinya : “hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat...”( QS An-Nur 30 ).

Lima kiat menahan diri dari perbuatan buruk :
  1. Tundukkanlah pandangnan
  2. Jangan berdiam diri ( seekor harimau (setan) hanya akan memangsa rusa yang terpisah dari kelompoknya )
  3. Jika terpaksa sendirian, jangan berhenti berdzikir dan mengingat Allah SWT.
  4. Hindari kemaluan.
  5. Ingat dan katakan “saya takut kepada AllahBahasan ke- Tiga (Perlakuan dan Penjelasan Munkar-Munkar Yang Berlaku Dalam Adat-Kebiasaan)

Bahasan ke-3 Perlakuan dan penjelasan munkar-munkar yang berlaku dalam adat-kebiasaan.

Kemunkaran-kemunkaran pasaran
Antara kemunkaran-kemunkaran yang biasa terjadi dipasar-pasar, ialah pembohong, yaitu pada mencari keuntungan dan mentembunyikan kerusakan barang, dan barangsiapa yang tetap melakukan hal itu maka dia itu orang fasik, dan atas siapa yang mengetahui demikian, bahwa menceritakannya kepada si pembeli dengan kedustaan si penjual itu, kalau ia diam karena menjaga hati si penjual, niscaya ia sekongkol dengan si penjual pada pengkhianatan, dan dia berbuat ma’shiat dengan diamnya itu. Begitu pula apabila diketahuinya kekurangan, maka haruslah memperingati pembelinya, dan kalau tidak, niscaya dia menyetujui kehilangan harta saudaranya muslim. Dan itu haram. Begitu juga berlebih-kurang tentang penghastaan, penyukatan dan penimbangan, wajiblah atas kemunkaran-kemunkaran yang dibiasakan pada jalan-jalan rayaorang yang mengetahuinya merobahkannya oleh dirinnya sendiri, dan wajiblah atas orang yang mengetahuinya merobahkannya oleh dirinya sendiri, atau menyampaikan kepada wali ( penguasa ). Sehingga ia merobahnyakannya.

Kemungkaran-kemunkaran jalanan
Diantara kemunkaran-kemunkaran yang dibiasakan pada jalan-jalan raya, ialah meletakkan tiang-tiang, membangun tempat-tempat yanng tinggi yang bersambung dengan rumah-rumah kepunyaan orang, menanam kayu-kayuan, mengeluarkan lobang-lobang dinding dan sayap-sayap rumah, meletakkan perkayuan dan alat pikulan biji-bijian dan makanan-makanan diatas jalan raya. Semua itu perbuatan munkar, kalau membawa kepada penyempitan jalan, dan penggangguan terhadap orang yang berlalu lintas, kalaulah seandainya tidak sampai membawa kepada gangguan lalu lintas, karena luasnya jalan, maka tidak dilarang.

Kemunkaran-kemunkaran tempat pemandian
Diantara yang munkar itu adalah : gambar-gambar yang ada pada tempat pemandian (hammam) atau dalam tempat pemandian, yang wajib menghilangkan, oleh tiap-tiap orang yang masuk kedalamnya, dan juga diantara keminkaran-kumunkaran itu adalah membuka aurat dan melihatnya, termasuk jumlah aurat, membukakan paha oleh tukang gosok dan yang dibawah pusat, untuk menghilangkan daki. Bahkan termasuk jumlah aurat, memasukkan tangan tukang gosok dibawah kain sarung. Sesungguhnnya menyentuh aurat orang lain itu haram, seperti haram memandangnya. Begitu juga membuka aurat oleh tukang bekam dzimmi, termasuk perbuatan keji, sesungguhnya wanita tidak boleh membuka badan nya untuk wanita dzommi pada tempat pemandian.


Bahasan ke-Empat (Tentang Amar-Ma’ruf Terhadap Amir-Amir dan Sultan-Sultan dan Nahi Munkarnya)
Dan juga pada tingkat-tingkat amar ma’ruf, yaitu pada tingkat pertamanya ialah:
  1. Ta’rif (memperkenalkan nama yang baik dan mana yang buruk),
  2. Pengajaran.
  3. Dengan kata kata yang kasar.
  4. Melarang dengan kekerasan, membawanya kepada kebenaran dengan pukulan dan siksaan.
  5. Yang boleh dari jumlah itu terhadap sultan-sultan (penguasa-penguasa), ialah dua tingkat yang pertama, yaitu: ta’rif dan pengajaran.

Dan adapun dengan melarang dengan kekerasaan, maka tidaklah bagi perseorangan-perseorangan rakyat terhadap sultan (penguasa). Bahkan yang demikian itu, mengerakkan fitnah dan membangkitkan kejahatan. Dan hal yang ditakuti yang akan terjadi daripadanya, lebih banyak.

Adapun kata-kata kasar, seperti dikatakan : “hai orang dzalim.!”, “hai orang yang tidak takut kepada Allah.!”.
Sesungguhnya telah menjadi adat kebiasaan salaf (ulama yang terdahulu) tampil menghadang bahaya dan berterus terang menantangnya, tanpa memperdulikan kebinasaan jiwa dan mendatangi berbagai azab kesengsaraan, karena mereka tahu, bahwa yang demikian itu mati-syahid. Rasullulah SAW bersabda :

Orang syahid terbaik ialah hamzah bin abdul muthalib. Kemudian orang yang bangun mendatanggi imam (penguasa), menyuruhnya yang baik dan melarangnya yang buruk pada jalan allah Ta’ala. Lalu imam itu membunuhnnya di atas yang demikian,

Dan pada hadist lain dikatakan yang artinya :

“jihad yang sebaik-baiknya, ialah kata-kata kebenaran pada sultan yang dzalim”.

Nabi SAW, menyifatkan ‘Umar bin Al-Khatab ra. Dengan sabdanya :

Artinya : sepotong tanduk dari besi, tiada menghalanginya pada jalan Allah oleh cacian orang yang mencaci, meninggalkan perkataannya yang benar, tak adalah baginya yang menjadi teman”.

Tatkala orang-orang yang bersikap keras pada agama mengetahui, bahwa perkataan yang lebih utama ialah kata kebenaran pada sultan yang dzalim dan bahwa orang yang bersikap demikian, apabila dibunuh, maka mati-syahid, sebagaimana yang tersebut pada hadist-hadist.

Lainnya:

Posting Komentar